Kalau
mendengar kata ‘kaligrafi’ ,
pasti langsung terbayang seni tulisan indah ala Arab. Akan tetapi, kaligrafi
bukan hanya dikenal sebagai salah satu kebudayaan Arab, tapi juga kebudayaan Jepang,
China, maupun Yunani. Hanya saja kaligrafi Arab memang lebih terkenal di sini
karena Indonesia mayoritas penduduknya muslim.
Dalam
seni rupa Islam, kaligrafi biasanya dibuat untuk memvisualisasikan keindahan
ayat-ayat Al-Quran. Bentuknya pun beragam, tidak selalu berupa guratan pena di
atas kertas, tetapi juga ditatahkan di atas logam atau kulit. Salah satu bentuk
penerapan kaligrafi Islam sebagai seni hias ada di Istana Alhambra ,
Spanyol.
Di
Indonesia sendiri, kaligrafi juga dibuat dalam berbagai macam kreasi. Salah
satunya ada kaligrafi Arab Kayu yang diukir di atas kayu, bisa dari kayu jati,
mahoni, maupun kayu lainnya. Kaligrafi ini diukir oleh masyarakat Jepara dengan
presisi yang cukup tinggi. Kaligrafi Indonesia biasanya memuat lafaz Allah atau
Muhammad, Ayat Kursi ,
Ayat Seribu Dinar, Asmaul Husna, dan surah-surah Al-Quran.
Walaupun
kaligrafi dikenal mengagumkan, bangsa Arab pada zaman dulu lebih bangga dengan
lisan yang pandai bersyair dibanding tulisan indah. Karenanya, kebudayaan menulis
sangat minim dilakukan. Kalau pun ada syair yang sangat indah, itu pun baru
akan ditulis kalau ingin digantungkan pada Ka’bah. Al-Quran hanya disimpan di
dalam memori dan baru ditulis dalam bentuk kitab setelah
banyak hafiz atau penghafal Quran yang wafat di medan pertempuran. Hingga
kemudian baru dimulai penulisan Al-Quran pada masa khalifah Abu Bakr Ash Shidiq
dan mulai disusun rapi pada masa khalifah Utsman bin Affan.
Meski
aksara Arab diperkirakan sudah muncul satu abad sebelum Islam datang, tapi
kaligrafi baru muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah. Tidak heran jika
pada generasi awal Islam, kaligrafi bukan menjadi sesuatu yang diperhatikan.
Meskipun perkembangannya terbilang lambat, kaligrafi akhirnya mulai mendapat tempat
di hati masyarakat muslim dan mendapat tempat tersendiri dalam kesenian Islam
karena bertujuan memperindah lafaz Allah.
Bahkan pada tahap berikutnya, kaligrafi sepenuhnya menjadi karya seni Islam dan
membawa pengaruh pada seni lukis.
Lebih jauh lagi, Habibullah Fadzoili
dalam Athlasul Khat wa al-Kutub membagi 6 periode perkembangan kaligrafi,
yakni:
Pertama, era pertumbuhan saat huruf Arab
belum memiliki tanda baca. Gaya kufi (gaya tulisan yang kaku dan sangat formal)
muncul periode ini.
Kedua, periode ini baru dimulai saat
kekhalifahan Bani Umayah, di mana kaligrafi mulai berkembang lebih indah. Kaligrafi
dengan gaya yang lebih luwes dan lebih ornamental seperti gaya tsuluts, naskhi,
muhaqqaq, raihani, riq’I, dan tauqi’ muncul pada periode yang berlangsung
hingga pertengahan kepemimpinan Dinasti Abbasiyah ini.
Ketiga, periode penyempurnaan,
pengembangan metode dan juga standardisasi kaligrafi. Gaya-gaya sebelumnya
mulai dimodifikasi dan diberi kaidah sesuai ketentuan yang sudah dibuat oleh
para ahli.
Keempat, pengembangan kaidah dan metode
pada era sebelumnya. Dalam periode ini mulai muncul harmonisasi dua gaya dalam
satu kanvas.
Kelima, masuk periode pengolahan, di mana
pengembangan teknik lebih mendapat penekanan dan ratusan gaya berhasil
diciptakan para ahli kaligrafi.
Keenam, masa di mana Dinasti Mamluk
berkuasa di Mesir dan Dinasti Safawi berkuasa di Persia. Pengembangan gaya
terus terjadi pada periode ini hingga mencapai puncak saat periode Turki
Utsmani.
Saat Dinasti Abbasiyah runtuh akibat serangan Mongol, perkembangan kaligrafi justru makin memuncak. Apalagi dengan keberadaan ahli kaligrafi ternama, Yaqut, menjadikan Dinasti Mongol sebagai penganut Islam. Saat itulah kaligrafi mengalami perkembangan di negeri Islam Timur, terutama saat Mongol berada di bawah kepemimpinan Ghazan dan Uljaytu, yang kemudian menjadi era kemajuan seni dan sastra. Pada masa inilah perkembangan kaligrafi mencapai puncaknya.
Setelah berakhirnya generasi Mongol pada abad ke-14, kaligrafi masih populer di bawah kekuasan Dinasti Timurid yang dipimpin Timur Leng. Beliau menciptakan gaya baru kaligrafi untuk penulisan Al-Quran, menggantikan gaya Mongol dengan pola megah dan geometris.
Sekian tulisan saya mengenai sejarah
kaligrafi Islam. Panjang juga ya sejarahnya? Butuh waktu untuk membaca memang,
tapi semoga bermanfaat terutama bagi yang tertarik dengan karya seni yang satu
ini.
No comments:
Post a Comment