Di
tahun 2013 ini masih ada yang tidak tahu blangkon? Lho, katanya cinta budaya
dan tradisi Indonesia, masa tidak tahu blangkon? Padahal, belakangan ini saya
lihat sudah semakin banyak yang menjual dan memakai blangkon lho di Indonesia
ini. Lantas, buat yang sudah memakainya, tahukah kalian sejarah blangkon?
Awalnya
saya juga tidak begitu paham mengenai asal usul blangkon. Namun karena saya
menyukainya, maka saya ingin tahu lebih banyak lagi tentang blangkon. Maka dari
itu, saya mulai tanya kiri-kanan dan membaca berbagai macam buku yang
mengisahkan tentang tutup kepala pakaian tradisional Jawa untuk pria ini.
Mengulas
sejarah blangkon tentu saja akan terlalu panjang untuk dijabarkan di tulisan
saya ini. Saya akan mencoba meringkasnya sehingga lebih mudah dimengerti
bersama-sama. Di masyarakat Jawa, khususnya di zaman dahulu, ada legenda
tentang Aji Saka. Anda tahu tentang cerita legenda ini?
Benar,
di legenda inilah konon keberadaan blangkon mulai disebut-sebut. Lebih tepatnya
saat Aji Saka menggelar sejenis kain ikat kepala yang kemampuannya dapat
menutup seluruh tanah Jawa! Dengan kain itulah ia berhasil mengalahkan sang
raksasa penguasa tanah Jawa, Dewata Cengkar. Memang masih belum jelas apakah
ikat kepala yang dimaksud adalah blangkon atau bukan tapi yang jelas pada masa
ini pria Jawa sudah mulai memakai ikat kepala yang bisa diperkirakan menjadi
asal mula blangkon.
Lantas,
bagaimana dengan yang mengatakan bahwa blangkon juga dipengaruhi budaya lain? Beberapa
teori dan sejarah mencatat bahwa memang ada sejumlah pengaruh dari budaya Hindu
dan Islam yang diserap oleh orang Jawa dalam pemakaian blangkon. Mereka
mendapatkannya dari pedagang Gujarat yang kerap menggunakan sorban. Kemudian,
kebiasaan memakai kain panjang dan lebar di kepala ini pun mulai diterapkan
oleh masyarakat Jawa.
Ada
pula teori lain yang mengatakan bahwa blangkon diciptakan berkaitan dengan
krisis ekonomi di zaman dahulu. Saat itu para petinggi keraton lantas meminta
seniman untuk menciptakan ikat kepala yang hanya menggunakan separuh panjang
kain dari biasanya. Karena saat itu kain termasuk sulit didapatkan. Sebelumnya
memang para leluhur kita gemar menggunakan sorban yang kompleks dan membutuhkan
kain yang cukup panjang.
Dulu,
seniman adalah sosok yang dipercaya untuk membuat blangkon, dengan
memperhatikan pakem-pakem yang berlaku tentunya. Semakin pakem tersebut
dipenuhi, maka semakin tinggi nilai blangkon tersebut. Selain dari pemenuhan
pakem tersebut, penilaian blangkon juga bergantung pada sejauh mana seseorang
memiliki standar cita rasa dan pemahaman akan etika sosial. Di sinilah lantas
muncul teori bahwa pakem yang berlaku untuk blangkon, tidak hanya harus
dipenuhi oleh para pembuatnya, namun juga para pemakainya.
Bentuk
blangkon pun bermacam-macam. Ada yang disebut bergaya Yogyakarta dengan
tonjolan di bagian belakangnya, ada juga yang dibilang bergaya Surakarta dan
biasa disebut sebagai blangkon model trepes.
Selain suku Jawa, ada suku-suku lain di Indonesia yang juga menggunakan ikat
kepala yang menyerupai blangkon. Misalnya suku Sunda, Madura, Bali, dan
lain-lain. Namun tentu saja pakem dan bentuk ikatnya berbeda-beda.
Memang
pada akhirnya, tidak ada yang tahu pasti, atau tidak ada yang berani memastikan
asal mula para pria Jawa memakai tutup kepala seperti itu. Namun itu bukan
berarti menghalangi kita untuk mencintai dan dengan bangga memakai pakaian
tradisional Indonesia.
ijin copy gambarnya yah, trims
ReplyDelete